PENTINGNYA KOMUNIKASI SUAMI ISTRI

KOMUNIKASI SUAMI ISTRI

Umum sekali terjadi, tak lama setelah perkawinan, suami istri baru ini sudah mulai menemukan bahwa komunikasi antar mereka berdua jadi tidak selancar, sehangat apalagi seindah ketika dulu pacaran atau sebelum menikah.

Sekarang, ada saja yang gak nyambung, emosi naik, kadang diam, tak biasa dimengerti dan seolah tak ada keinginan untuk mengerti. Dulu kalau begini, salah satu pasti tidak akan pernah berhenti membujuk, sampai salah satunya mengalah dan komunikasi tersambung kembali.
Kenapa sudah kawin malah jadi sebaliknya?

Harapan dan mimpi indah yang dulu dibagi bersama dan menimbulkan semangat, kini seolah menguap begitu saja . Kenyataan yang ada sangat mencengangkan karena banyak hal yang dulu tidak diketahui kini menjadi jelas merupakan kebiasaan yang kurang pas dan kurang menyenangkan bagi pasangannya. Mulai dari kalau ngomong kurang diperhatiin, mau menang sendiri, kebiasaan yang tidak sama : naruh handuk basah diatas tempat tidur, suami merasa kurang dilayani, istri merasa kurang didengarkan perasaannya dan sejuta perbedaan lainnya yang terus menerus terjadi dari hari ke hari….

MENGAPA SEMUA INI TERJADI?

(1.) Hidup lebih realistis, kebiasaan dan sikap asli masing-masing nampak dan tak perlu dipoles dan disembunyikan lagi. Cara ekspresi emosi juga otomatis nampak : marah, menghakimi, selfish, narcist, mencap, dll.

(2.) Dari pengalaman saya menghadapi berbagai kasus keluarga dan perceraian, ketika pasangan ini belum menikah, mereka tidak mengetahui atau diberi tahu bahwa, masing-masing harus mempelajari latar belakang pengasuhan pasangannya dan mengapa perlu tahu.. Yang paling buruk adalah kenyataan bahwa masing-masing pasangan tersebut bahkan tidak cukup kenal dengan dirinya sendiri!

(3.) Tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah menciptakan laki-laki dan perempuan itu berbeda : otaknya, hormon2nya, alat kelamin, ratio otot daging, kapasitas paru paru dan lain sebagainya.

(4.) Tidak memiliki ketrampilan bicara yang benar, baik dan menyenangkan serta

(5.) Kurang memiliki keterampilan mendengar, sehingga

(6.) Tak mampu berkomunikasi yang baik, bersih dan jelas.

APA AKIBATNYA?

Masing masing seperti terperangkap dalam diri sendiri. Bagaimana jalan keluarnya? Mana bisa kita ceritakan sama ortu? Sudahlah beliau capek mendidik kita, menyekolahkan, mengawinkan. Masa masalah kita, kita bawa juga ke mereka. Kawin di jodohkan saja tidak mudah kita adukan apalagi ini pilihan kita sendiri. Tangan mencincang bahu memikullah. Kalau diceritakan ke orang lain, aib hukumnya. Menceritakan kekurangan atau kejelekan pasangan, bisa-bisa gak dapat mencium wanginya syurga!

Jadi terasa seperti api dalam sekam, panas terus tapi jangankan ada pintu atau jalan keluar, asap saja tak bisa dihembuskan. Ini yang membuat kadang-kadang semangat redup karena hati luka – merasa terkunci di hati sendiri, sulit ditemukan apalagi diberi pertolongan!
Harapan timbul tenggelam, “Ah.. siapa tahu nanti membaik. Siapa tahu kalau anak sudah lahir, siapa tahu kalau ada adiknya pula.. siapa tahu…..”

APA YANG TERJADI SELANJUTNYA?

Kebutuhan semakin beda, marah mencuat, bersitegang – bertengkar, saling: merendahkan, menyalahkan, menjelek-jelekan & menjatuhkan, saling menuduh, menghakimi, mencap, bahkan sampai menyebut-nyebut orang tua. Akhirnya saling diam-diaman, bicara seperlunya saja semuanya membuat semakin sunyi di hati.
Sudah jelas dalam keadaan seperti ini sulit bagi masing-masing pasangan untuk menunjukkan pengertian, pengakuan apalagi pujian!
Satu tempat tidur tapi seperti beda planet! Berpapasan dipintu berusaha jangan senggolan, beradu kaki ditarik buru2. Kamar sering sekali sunyi, masing-masing dengan aktifitas sendiri sendiri. Tapi hati semakin luka, semakin perih.
Kalau ada tamu : standard ganda. Saling menyebut dan menyapa, seolah tidak terjadi apa-apa : “Iya begitu kan ya Ma/Pa?” (Hahahaha). Begitu tamu pulang, sunyi dan senyap kembali…

Kebutuhan untuk diterima dan didengarkan tetap ada pada masing-masing, sebagai kebutuhan dasar agar tetap menjadi manusia, mulailah terjadi perselingkuhan atau punya teman curhat yang biasanya berujung maksiat atau kawin lagi. Yang popular sekarang adalah BINOR (Bini Orang) atau LAKOR (Laki Orang), yaitu selingkuh dengan teman sekerja, sekantor atau lain kantor atau teman SMP dan SMA dulu. Semua dijaga ; Tahu sama Tahu. Kalau hamil kan punya suami! Yang paling buruk adalah selingkuh sejenis, seperti yang sering dibicarakan akhir-akhir ini. Yang jelas kebutuhan jiwa dapat, material apalagi!

Bayangkan bagaimana bermasalah anak-anak yang tumbuh dalam keluarga seperti ini? Sudahlah mungkin rezeki tidak halal dan thayyib, orang tuanya berbuat maksiat pula.
Banyak sekali orang tidak tahu, memang belum ada penelitiannya, bahwa bila seorang Ayah atau Ibu melakukan maksiat, pasangannya mungkin bisa dikelabuinya, tapi tidak dengan Allah dan anaknya!

Pengalaman saya menunjukkan bahwa anak yang tadinya manis, patuh dan berkelakuan baik, bisa tiba-tiba gelisah, tempramen, tantrum, tak bisa mengendalikan diri, marah, ngamuk dsb. Bila secara diam-diam salah satu ortunya berzina! Bayangkan, berapa banyak sekarang pasangan melakukan hal itu dan hubungkan dengan keresahan jiwa dan kenakalan remaja.

Dalam iklim psikologis, dirumah yang buruk sekali itulah anak tumbuh dan berkembang. Bayangkanlah dampak bagi perkembangan kejiwaan, emosi, kecerdasan, social dan spititualnya!

JADI, BAGIMANA SEBAIKNYA?

Pertama, harus disadari benar bahwa KOMUNIKASI PASANGAN ini sangat PENTING karena ia MENCERMINKAN IKLIM RUMAH : fondasi keluarga, kesehatan pribadi, kesehatan anggota keluarga, cerminan: kekuatan, kelemahan & kesulitan perkawinan dan kelanjutan serta kepuasan hidup!
Intinya, kalau suami usia masih muda sudah sakit-sakitan jangan-jangan ada masalah besar dengan istrinya. Sebaliknya, bila istri masih-muda sakit-sakitan, jangan-jangan suaminya bermasalah!

Untuk itu, kenalilah masa lalu masing-masing pasangan. Apa dan pengasuhan yang bagaimana yang membuatnya seperti sekarang ini yang kita uraikan diatas. Perjodohan adalah sebagian dari iman, karena tidak akan berjodoh Anda dengan pasangan Anda kecuali dengan izin Allah. Jangan mudah menceraikan atau minta cerai, karena itu adalah pekerjaan halal yang dibenci Allah. Perkawinan adalah perjanjian yang sangat kokoh : “Mitsaqan Galidha”. Allah lebih tahu, dari yang Anda rasa dan fikir kurang atau buruk, disitu banyak kelebihan dan kebaikan menurut Allah.
Tapi karena kita kurang waspada dan menyadari bahwa syaithan tujuan utamanya adalah untuk menghancurkan perkawinan, seperti yang dilakukannya terhadap Nabi Adam dan Ibu Hawa, maka kita akan terkurung dalam penilaian dan pemikiran yang buruk saja tentang pasangan kita.

Jadi, berusahalah untuk meningkatkan keimanan, mintalah pertolongan Allah agar dibukakan mata hati kita untuk : bersyukur, menerima ketentuan Allah, bersangka baik, melihat kelebihan lebih banyak dari kekurangan, menemukan “Inner child” pasangan dan berusaha memaklumi dan perlahan merubahnya. 

Kesulitan utama yang banyak dihadapi orang adalah karena dia tidak mengenal dirinya sendiri. Dia sendiri memiliki “inner child” yang parah dan terperangkap disitu. Dia sendiri melimpah, sehingga bagaimana mungkin menolong pasangannya. Dalam situasi seperti ini pasangan ini memerlukan pertolongan ahli, bahkan mungkin butuh terapi. Bila hal ini tidak segera dilakukan, penderitaan keduanya bisa berkepanjangan karena yang jadi korban adalah harapan satu-satunya dimasa depan yaitu : anak-anak mereka !

Selanjutnya adalah menyadari bahwa Allah menciptakan otak kita ini berbeda. Jadi pelajarilah akibat perbedaan ini lewat syeikh Google atau mbah Wiki, dan apa dampaknya pada salah pengertian dan salah harapan antara suami dan istri.

Langkah berikutnya untuk memperbaiki komunikasi adalah belajar MENJADI “PENDENGAR” YANG BAIK. Memang tidak mudah, karena kita dari kecil diajarkan untuk bicara dan bicara : lewat lomba pidato, story telling, debat dan lain sebagainya. Tapi tidak ada lomba mendengar!

MENDENGAR YANG BAIK ADA KIATNYA :

(1.) Hindari penghalang mendengar, yaitu : lebih mudah membuat jarak dengan pasangan, malas komunikasi, kalau ngomong bukannya dengar tapi memikirkan jawaban, menyaring tanda-tanda bahaya dalam percakapan, mengumpulkan data-data untuk mengutarakan pendapat dan memberikan penilaian terhadap apa yang di kemukakan oleh pasangan.

(2.) Berusahalah mendengar yang benar dengan : bukan hanya diam di depan pasangan yang sedang bicara tapi cari tahu (tanpa “baca pikiran”) apa yang dimaksudkan, dikatakan dan dilakukan pasangan . Tunjukkan kita mengerti pasangan, sehingga hubungan terasa jadi lebih dekat, bisa menikmati kebersamaan, menciptakan dan melanggengkan keintiman.

(3.) Mendengar yang benar membutuhkan COMMITMENT & COMPLIMENT. Commitment/ kesepakatan dengan diri kita sendiri artinya dalam mendengar kita berusaha untuk: Mengerti, Memahami, Menyisihkan minat dan kebutuhan pribadi , Menjauhkan prasangka dan berusaha untuk Belajar melihat dari sudut pandangan pasangan.
Sedangkan Compliment/hadiah adalah menunjukkan pada pasangan bahwa “Saya peduli kamu, Saya ingin tahu apa yang kamu pikir atau apa yang kamu rasakan dan apa yang kamu butuhkan”.

Semua ini memang tidak gampang tapi bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Cobalah sedikit-sedikit asal jangan Anda menyerah dan kembali ke pola komuniasi yang semula.
Mungkin yang penting sekali untuk Anda ingat :
Kalau ada kerikil dalam sepatu, terasa menganggu dipakai berjalan, buka sepatunya buang kerikilnya, bukan sepatunya yang Anda ganti. Tidak ada manusia yang sempurna, termasuk Anda!.

Yakin bahwa Anda bisa. Pasti 
Salam ha
Elly Risman, Psi

Status Anak diluar Nikah FATWA MUI Nomor 11 Tahun 2012

FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor:  11 Tahun 2012
Tentang
KEDUDUKAN ANAK HASIL ZINA DAN PERLAKUAN TERHADAPNYA

Fatwa MUI dapat diunduh disini

Anak Hasil Zina bernasab Kepada ibunya, Tinjauan Hukum Islam terhadap seorang Pria yang Menikahi Anaknya dari hasil Zina

Anak Hasil Zina bernasab Kepada ibunya,  Tinjauan Hukum Islam terhadap seorang Pria yang  Menikahi Anaknya dari hasil Zina.




Oleh: Moh.Lutfi Ridho
Kepala KUA Kecamatan Tembelang Kab.Jombang


Bismillahirrohmanirrohim.

Sebagaimana artikel saya sebelumnya yang berjudul MEMAHAMI KLAUSUL ANAK SAH pada UU No. 01/1974 pasal 42 Jo Inpres 01/1991 Pasal 99 Dalam Perspektif Fiqh Munakahat
Di dalam kitab Al Mabsuth. Seorang laki-laki mengaku berzina dengan seorang wanita merdeka. Dia mengakui, bahwa anak ini merupakan hasil zina. Si wanita pun membenarkannya, maka nasab (si anak itu) tidak terkait dengannya.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

اَلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الحْجَر

Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)

Tidak ada firasy bagi si pezina itu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki pezina Maksudnya ialah tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu merupakan hak Allah Azza wa Jalla semata.

Hal ini telah dikuatkan oleh UU 01/1974 Pasal 43 ayat (1) yang menyebutkan , anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Walaupun pasal tersebut telah dianulir oleh MK tidak mengurangi sedikitpun kedudukan fiqh status anak produk perzinahan.
Maka dapatlah difahami bahwa Anak hasil zina tetap ber nasab kepada ibunya dan tidaklah memiliki nasab kepada Pria yang menzinahi ibunya hingga terjadinya kehamilan dan lahirnya anak hasil zina tersebut.

Menurut Fiqh empat imam Madzhab karya Abdurrohman bin Muhammad Audhi Al Jaziri Jilid II Hal. 1424
Menyatakan bahwa seorang pria pezina dihalalkan menikahi wanita hasil perzinahannya dengan ibu si Anak yang dizinahinya.
Lebih detilnya bahwa Diperbolehkan bagi seorang pria menikahi anak wanitanya yang tercipta dari air maninya hasil zina, jikalau berzina dengan wanita hasilbzina dan lalu wanita yang zinaihinya tersebut hamil lalu didapati keterangan bahwa wanita yang dizinaihinya tersebut ternyata anak hasil zina dengan ibu wanita tersebut, maka tidaklah diharamkan kepadanya disebabkan AIR MANI HASIL PERBUATAN ZINA TIDAK MEMILIKI KEHORMATAN BAGINYA yang disebabkan kebenciannya pada  halalnya pernikahan.

Dari uraian diatas maka dapatlah difahami bahwa nasab anak  produk perzinahan kepada ibunya, adapun kepada pria yang menghamili ibunya,   tetap sebagai orang lain sehingga Pria tersebut diperbolehkan menikahi anak hasil zinahnya *SEPANJANG PRIA TERSEBUT TIDAK MENIKAHI WANITA YANG DIZINAHINYA*

Naudzubillahi min dzalik.

Kepala KUA/Penghulu dalam hal pencatatan nikah rujuk berperan sebagai penyelenggara negara, dimana dalam menjalankan Tugas Fungsinya terikat pada peraturan perundangan, jikalau didapati klausul peraturan perundangan yang sudah jelas implementasinya tidaklah perlu menafsirkan klausul yang ada, akan tetapi jika  mendapati klausul yang multi tafsir sudah selayaknya dalam menterjemahkan klausul tersebut dikembalikan kepada Al Qur'an, Hadits dan  pendapat dalam kitab fiqh imam madzhab, tujuan utama di terbitkannya regulasi terkait dengan persoalan munakahat adalah untuk menghilangkan keraguan demi mendapatkan kepastian hukum.


MEMAHAMI KLAUSUL ANAK SAH pada UU No. 01/1974 pasal 42 Jo Inpres 01/1991 Pasal 99 Dalam Perspektif Fiqh Munakahat

MEMAHAMI KLAUSUL ANAK SAH pada UU No. 01/1974 pasal 42 Jo Inpres 01/1991 Pasal 99 Dalam Perspektif Fiqh Munakahat


Oleh: Moh.Lutfi Ridho
Kepala KUA Kecamatan Tembelang Kab.Jombang.


Bismillahirrohmanirrohim.
Maraknya seks bebas berdampak hebat pada fenomena hamil diluar sebelum nikah.
Wanita yang hamil sebelum nikah mengalami masa situasi ketidak pastian, ketidak pastian antara dinikahi oleh pria yang menghamilinya atau justru ditinggal minggat.
Fenomena  Kawin Hamil menurut Inpres 01/1991 tentang KHI Pasal 53 ayat 1, " WANITA HAMIL DAPAT DINIKAHKAN DENGAN PRIA YANG MENGHAMILINYA" berimplikasi pada Sahnya seorang anak akibat perzinahannya.
UU 01/1974 pasal 42 Jo Inpres 01/1991 menyatakan bahwa Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah"
Klausul inilah yang seringkali memunculkan perbedaan pemahaman.

Allah SWT Berfirman dalam Al Qur'an Surat Annur Ayat 3,

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (Annur ayat 3)

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوءٍ وَلاَيَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَاخَلَقَ اللهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلاَحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ {228}

"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan lebih daripada istrinya. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (QS. Al-Baqarah: 228).

 Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

لاَ يَحِلُّ ِلامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ أَنْ يَسْقِيْ مَاءَه ُزَرْعَ غَيْرِهِ

Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir dia menuangkan air (maninya) pada persemaian orang lain.

Keempat Imam Madzhab  (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali)  telah sepakat bahwa Anak hasil zina tidak memiliki nasab kepada pihak laki-laki yang menghamilinya.

Dalam arti si anak itu tidak memiliki bapak. Meskipun si laki-laki yang menzinahinya, menaburkan benih itu mengaku yang dikandung itu anaknya. Tetap pengakuan ini tidak sah,. Karena anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Dalam hal ini sama saja, baik si wanita yang dizinai itu bersuami ataupun tidak bersuami.
Jadi anak itu tidak berbapak. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

اَلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الحْجَر

Anak itu bagi (pemilik) firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)

Firasy adalah tempat tidur. Maksudnya adalah si isteri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya. Keduanya dinamakan firasy. Karena si suami atau si tuan menggaulinya (tidur bersamanya). Sedangkan makna hadits di atas, anak itu dinasabkan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya, dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan.

Dikatakan di dalam kitab Al Mabsuth. Seorang laki-laki mengaku berzina dengan seorang wanita merdeka. Dia mengakui, bahwa anak ini merupakan hasil zina. Si wanita pun membenarkannya, maka nasab (si anak itu) tidak terkait dengannya.

 Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

اَلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الحْجَر

Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan)

Tidak ada firasy bagi si pezina itu. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki pezina Maksudnya ialah tidak ada hak nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu merupakan hak Allah Azza wa Jalla semata.

Ibnu Abdil Barr berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,” Dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan).” Maka beliau menafikan (meniadakan) adanya nasab anak zina di dalam Islam.

Kita sudah mengetahui bahwa anak yang dilahirkan wanita dari hasil hubungan perzinaan itu bukan dinisbatkan sebagai anak si laki-laki yang berzina dengannya. Sehingga klausul UU 01/1974 pasal 42 Jo Perpres No.01/1991  pasal 99 bermakana bahwa:
1. Kehamilan sebelum terjadinya pernikahan nisbatnya kepada Ibu. (Tidak bisa dinasabkan kepada Pria yg menghamilinya)
2. Anak itu tidak bisa saling mewarisi dengan laki-laki (yang dianggap ayahnya) itu.
3. Bila anak itu perempuan dan ketika dewasa ingin menikah, maka walinya adalah wali hakim. Karena tidak memiliki wali. Sedangkan laki-laki itu tidak berhak menjadi walinya. Karena dalam uraian diatas bukanlah bapaknya nasabnya.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهَا

Maka sulthan (Pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.

Implikasi selanjutnya adalah tentang administrasi pencatatan sipil, dimana banyak dijumpai seorang anak dinasabkan kepada orang tua yang bukan Bapak kandungnya atau seorang Anak yg terindikasi kehamilan ibunya sebelum terjadinya pernikahan dicatat sebagai anak kandung dengan nasab pria yang menghamilinya.
Jika didapati pada saat pemeriksaan nikah, maka sudah semestisnya Kepala KUA/Penghulu menolak melangsungkan pendaftaran calon pengantin seperti ini.

SISTEM EPHEMERIS HISAB RUKYAT 1 Dzulhijjah 1438 H

SISTEM EPHEMERIS HISAB RUKYAT 1 Syawal 1438 H

Rukyatul hilal yam akan dilaksanakan oleh Penyelenggara Syariah Kementerian agama kabupaten jombang di Satuan Radar 222 Kabuh Jombang. Dalam kesempatan ini, akan dilakukan Rukyatul Hilal yang akan diikuti oleh para kepala KUA se Kab Jombang dan Ormas-Ormas Islam serta para aktivis Hisab rukyat di Jombang. Sebagai acuan dalam pelaksanaan Rukyatul hilal kali ini, akan kami paparkan hasil hisab (Perhitungan) yang telah selesai di hisab oleh Saudara Drs. Zaenal Arifin, M.HI selaku Kepala KUA Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang sebagai berikut:



Selengkapnya dapat dilihat disini....

JADWAL WAKTU SHOLAT JOMBANG

jadwal-sholat