Anak Hasil Zina bernasab Kepada ibunya, Tinjauan Hukum Islam terhadap seorang Pria yang Menikahi Anaknya dari hasil Zina.
Oleh: Moh.Lutfi Ridho
Kepala KUA Kecamatan Tembelang Kab.Jombang
Bismillahirrohmanirrohim.
Sebagaimana artikel saya sebelumnya yang berjudul MEMAHAMI
KLAUSUL ANAK SAH pada UU No. 01/1974 pasal 42 Jo Inpres 01/1991 Pasal 99 Dalam
Perspektif Fiqh Munakahat
Di dalam kitab Al Mabsuth. Seorang laki-laki mengaku berzina
dengan seorang wanita merdeka. Dia mengakui, bahwa anak ini merupakan hasil
zina. Si wanita pun membenarkannya, maka nasab (si anak itu) tidak terkait
dengannya.
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
اَلْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الحْجَر
Anak itu bagi pemilik firasy, dan bagi laki-laki pezina
adalah batu (kerugian dan penyesalan)
Tidak ada firasy bagi si pezina itu.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan
kerugian dan penyesalan bagi si laki-laki pezina Maksudnya ialah tidak ada hak
nasab bagi si laki-laki pezina, sedangkan penafian (peniadaan) nasab itu
merupakan hak Allah Azza wa Jalla semata.
Hal ini telah dikuatkan oleh UU 01/1974 Pasal 43 ayat (1)
yang menyebutkan , anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
Walaupun pasal tersebut telah dianulir oleh MK tidak
mengurangi sedikitpun kedudukan fiqh status anak produk perzinahan.
Maka dapatlah difahami bahwa Anak hasil zina tetap ber nasab
kepada ibunya dan tidaklah memiliki nasab kepada Pria yang menzinahi ibunya
hingga terjadinya kehamilan dan lahirnya anak hasil zina tersebut.
Menurut Fiqh empat imam Madzhab karya Abdurrohman bin
Muhammad Audhi Al Jaziri Jilid II Hal. 1424
Menyatakan bahwa seorang pria pezina dihalalkan menikahi
wanita hasil perzinahannya dengan ibu si Anak yang dizinahinya.
Lebih detilnya bahwa Diperbolehkan bagi seorang pria
menikahi anak wanitanya yang tercipta dari air maninya hasil zina, jikalau
berzina dengan wanita hasilbzina dan lalu wanita yang zinaihinya tersebut hamil
lalu didapati keterangan bahwa wanita yang dizinaihinya tersebut ternyata anak
hasil zina dengan ibu wanita tersebut, maka tidaklah diharamkan kepadanya
disebabkan AIR MANI HASIL PERBUATAN ZINA TIDAK MEMILIKI KEHORMATAN BAGINYA yang
disebabkan kebenciannya pada halalnya
pernikahan.
Dari uraian diatas maka dapatlah difahami bahwa nasab
anak produk perzinahan kepada ibunya,
adapun kepada pria yang menghamili ibunya,
tetap sebagai orang lain sehingga Pria tersebut diperbolehkan menikahi
anak hasil zinahnya *SEPANJANG PRIA TERSEBUT TIDAK MENIKAHI WANITA YANG
DIZINAHINYA*
Naudzubillahi min dzalik.
Kepala KUA/Penghulu dalam hal pencatatan nikah rujuk
berperan sebagai penyelenggara negara, dimana dalam menjalankan Tugas Fungsinya
terikat pada peraturan perundangan, jikalau didapati klausul peraturan
perundangan yang sudah jelas implementasinya tidaklah perlu menafsirkan klausul
yang ada, akan tetapi jika mendapati
klausul yang multi tafsir sudah selayaknya dalam menterjemahkan klausul
tersebut dikembalikan kepada Al Qur'an, Hadits dan pendapat dalam kitab fiqh imam madzhab,
tujuan utama di terbitkannya regulasi terkait dengan persoalan munakahat adalah
untuk menghilangkan keraguan demi mendapatkan kepastian hukum.