Bagian Kelima
Akad Nikah
Pasal 27
Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak berselang
waktu.
Pasal 28
Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang bersangkutan. Wali nikah
mewakilkan kepada orang lain.
Pasal 29
(1) Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai pria secara pribadi.
(2) Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain sengan ketentuan
calon mempelai pria memeberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas
akad nikah itu adalah untuk mempelai pria.
(3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria diwakili,maka akad
nikah tidak boleh dilangsungkan.
BAB V
MAHAR
Pasal 30
Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita yang jumlah, bentuk
dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Pasal 31
Penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan oleh ajaran
Islam.
Pasal 32
Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itumenjadi hak pribadinya.
Pasal 33
(1) Penyerahan mahar dilakukan dengan tunai.
(2) Apabila calon mempelai wanita menyetujui, penyerahan mahar boleh ditangguhkan baik untuk
seluruhnya atau sebagian. Mahar yang belumditunaikan penyerahannya menjadi hutangcalon
mempelai pria.
Pasal 34
(1) Kewajiban menyerahkan mahar mahar bukan merupakan rukun dalm perkawinan.
(2) Kelalaian menyebut jenis dan jumalh mahar pada waktu akad nikah, tidak menyebabkan batalnya
perkawinan. Begitu pula halnya dalam keadaan mahar masih terhutang, tidak mengurangi sahnya
perkawinan.
Pasal 35
(1) Suami yang mentalak isterinya qobla al dukhul wajib membayar setengah mahar yang telah
ditentukan dalam akad nikah.
(2) Apabila suami meninggal dunia qobla al dukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka
sumai wajib membayar mahar mitsil.
Pasal 36
Apabila mahar hilang sebelum diserahkan, mahar itu dapat diganti dengan barang lain yang sama
bentuk dan jenisnya atau dengan barang lain yang sama nilainya atau dengan uang yang senilai
dengan harga barang mahar yang hilang.
Pasal 37
Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan,penyelasaian
diajukan ke Pengadilan Agama.
Pasal 38
(1) Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, tetapi calon mempelai tetap
bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerahan mahal dianggap lunas.
(2) Apabila isteri menolak untuk menerima mahar karena cacat, suami harus menggantinya dengan
mahar lain yang tidak cacat. Selama Penggantinya belum diserahkan, mahar dianggap masih
belum dibayar.
BAB VI
LARANGAN KAWIN
Pasal 39
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita disebabkan :
(1) Karena pertalian nasab :
a. dengan seorang wanita yangmelahirkan atau yang menurunkannya atau keturunannya;
b. dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu;
c. dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya
(2) Karena pertalian kerabat semenda :
a. dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas isterinya;
b. dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya;
c. dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali putusnya hubungan
perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al dukhul;
d. dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.
(3) Karena pertalian sesusuan :
a. dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus ke atas;
b. dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah;
c. dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemanakan sesusuan ke bawah;
d. dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas;
e. dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.
Pasal 40
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria denagn seorang wanita karena keadaan
tertentu:
a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
c. seorang wanita yang tidak beragama islam.
Pasal 41
(1) Seorang pria dilarang memadu isterinya dengan seoarang wanita yang mempunyai hubungan
pertalian nasab atau sesusuan dengan isterinya;
a. saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya;
b. wanita dengan bibinya atau kemenakannya.
(2) Larangan tersebut pada ayat (1) tetap berlaku meskipun isteri-isterinya telah ditalak raj`i, tetapi
masih dalam masa iddah.
Pasal 42
Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut
sedang mempunyai 4 (empat) orang isteri yang keempat-empatnya masih terikat tali perkawinan atau
masih dalam iddah talak raj`i ataupun salah seorang diantara mereka masih terikat tali perkawinan
sedang yang lainnya dalam masa iddah talak raj`i.
Pasal 43
(1) Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria :
a. dengan seorang wanita bekas isterinya yang ditalak tiga kali;
b. dengan seorang wanita bekas isterinya yang dili`an.
(2) Larangan tersebut pada ayat (1) huruf a. gugur, kalau bekas isteri tadi telah kawin dengan pria
lain, kemudian perkawinan tersebut putus ba`da dukhul dan telah habis masa iddahnya.
Pasal 44
Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak
beragama Islam.
BAB VII
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 45
Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk :
1. Taklik talak dan
2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Pasal 46
(1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam.
(2) Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi kemudian, tidek dengan
sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukan
persoalannya
ke pengadilan Agama.
(3) Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi
sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.
Pasal 47
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai dapat membuat
perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam
perkawinan.
(2) Perjanjian tersebut dalam ayat (1) dapat meliputi percampuran harta probadi dan pemisahan harta
pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan Islam.
(3) Di samping ketentuan dalam ayat (1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian itu menetapkan
kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotik atas harta pribadi dan harta
bersama atau harta syarikat.
Pasal 48
(1) Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisah harta bersama atau harta syarikat, maka
perjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga.
(2) Apabila dibuat perjanjian perkawinan tidak memenuhi ketentuan tersebut pada ayat (1) dianggap
tetap terjadi pemisahan harta bersama atau harta syarikat dengan kewajiban suami menanggung
biaya kebutuhan rumah tangga.
Pasal 49
(1) Perjanjian percampuran harta pribadi dapat meliputi semua harta, baik yang dibawa masingmasing ke dalam perkawinan maupun yang diperoleh masing-masing selama perkawinan.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada ayat (1) dapat juga diperjanjikan bahwa
percampuran harta pribadi yang dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga
percampuran ini tidak meliputi harta pribadi yang diperoleh selama perkawinan atau sebaliknya.
Pasal 50
(1) Perjanjian perkawinan mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga terhitung
mulai
tanggal dilangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah
(2) Perjanjian perkawinan mengenai harta dapat dicabut atas persetujuan bersama suami isteri dan
wajib
mendaftarkannya di Kantor Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan
(3) sejak pendaftaran tersebut, pencabutan telah mengikat kepada suami isteri tetapi terhadap pihak
ketiga pencabutan baru mengikat sejak tanggal pendaftaran itu diumumkan suami isteri dalam
suatu surat kabar setempat.
(4) Apaila dalam tempo 6 (enam) bulan pengumuman tidak dilakukan yang bersangkutan,
pendaftaran pencabutan dengan sendirinya gugur dan tidak mengikat kepada pihak ketiga.
(5) Pencabutan perjanjian perkawinan mengenai harta tidak boleh merugikan perjanjian y7ang telah
diperbuat sebelumnya dengan pihak ketiga.
Pasal 51
Pelanggaran atas perjanjian perkawinan memeberihak kepada isteri untuk memeinta pembatalan
nikah atau mengajukannya. Sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.
Pasal 52
Pada saat dilangsungkan perkawinan dengan isteri kedua, ketiga dan keempat, boleh
doiperjanjikan mengenai tempat kediaman, waktu giliran dan biaya rumah tangga bagi isteri yang akan
dinikahinya itu.
BAB VIII
KAWIN HAMIL
Pasal 53
(1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dialngsungkan tanpa
menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang
setelah anak yang dikandung lahir.
Pasal 54
(1) Selama seseorang masih dalam keadaan ihram, tidak boleh melangsungkan perkawinan dan juga
boleh bertindak sebagai wali nikah.
(2) Apabila terjadi perkawinan dalam keadaan ihram, atau wali nikahnya masih berada dalam ihram
perkawinannya tidak sah.
BAB IX
BERISTERI LEBIH SATU ORANG
Pasal 55
(1) Beristeri lebih satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat isteri.
(2) Syarat utaama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap ister-isteri
dan anak-anaknya.
(3) Apabila syarat utama yang disebut pada ayat (2) tidak mungkin dipenuhi, suami dilarang beristeri
dari seorang.
Pasal 56
(1) Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan Agama.
(2) Pengajuan permohonan Izin dimaksud pada ayat (1) dilakukan menurut pada tata cara
sebagaimana diatur dalam Bab.VIII Peraturan Pemeritah No.9 Tahun 1975.
(3) Perkawinan yang dilakukan dengan isteri kedua, ketiga atau keempat tanpa izin dari Pengadilan
Agama, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 57
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari
seorang apabila :
a. isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 58
(1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan
Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 Undang-Undang No.1
Tahun 1974 yaitu :
a. adanya pesetujuan isteri;
b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup ister-isteri dan anak-anak
mereka.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975,
persetujuan isteri atau isteri-isteri dapat diberikan secara tertulis atau denganlisan, tetapi sekalipun
telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan persetujuan lisan isteri padasidang Pengadilan Agama.(3) Persetujuan dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak diperlukan bagi seorang suami apabila isteri atauisteri-isterinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalamperjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isteri atau isteri-isterinyasekurang-kurangnya 2 tahunatau karena sebab lain yang perlu mendapat penilaian Hakim.Pasal 59Dalam hal istri tidak mau memberikan persetujuan, dan permohonan izin untuk beristeri lebih darisatu orang berdasarkan atas salh satu alasan yang diatur dalam pasal 55 ayat (2) dan 57, PengadilanAgama dapat menetapkan tenyang pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar isteri yangbersangkutan di persidangan Pengadilan Agama, dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapatmengajukan banding atau kasasi.BAB XPENCEGAHAN PERKAWINANPasal 60(1) Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu perkawinan yang dilarang hukumIslam dan Peraturan Perundang-undangan.(2) Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau calon isteri yang akanmelangsungkan perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinanmenurut hukum Islam dan peraturan Perundang-undangan.Pasal 61Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufukarena perbedaan agama atau ikhtilaafu al dien.Pasal 62(1) Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas danlurus ke bawah, saudar, wali nikah, wali pengampu dari salah seorang calon mempelai danpihak-pihak yang bersangkutan(2) Ayah kandung yang tidak penah melaksankan fungsinya sebagai kepala keluarga tidak gugur hakkewaliannya unuk mencegah perkawinan yang akna dilakukan oleh wali nikah yang lain.Pasal 63Pencegahan perkawinan dapat dilakukan oleh suami atau isteri yang masih terikat dalamperkawinan dalam perkawinan dengan salah seorang calon isteri atau calon suami yang akanmelangsungkan perkawinan.Pasal 64Pejabat yang ditunjuk untuk mengawasi perkawinan berkewajiban mencegah perkawinan bilarukun dan syarat perkawinan tidak terpenuhi.Pasal 65(1) Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama dalam daerah Hukum di manaperkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan juga kepada Pegawai Pencatat Nikah.(2) Kepada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai permohonan pencegahan perkawinandimaksud dalam ayat (1) oleh Pegawai Pencatat Nikah.Pasal 66Perkawinan tidak dapat dilangsungkan apabila pencegahan belu dicabut.Pasal 67Pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan menarik kembali permohonan pencegahan padaPengadilan Agama oleh yang mencegah atau denganputusan Pengadilan Agama.Pasal 68Pegawai Pencatat Nikah tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkanperkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan pasal 7 ayat (1), pasal 8, pasal 9,pasal 10 atau pasal 12 Undang-undang No.1 Tahun 1974 meskipun tidak ada pencegahanperkawinan.Pasal 69(1) Apabila pencatat Nikah berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurutUndang-undanf No.1 Tahun 1974 maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan.(2) Dalam hal penolakan, maka permintaan salah satu pihak yang ingin melangsungkan perkawinanoleh Pegawai Pencatat Nikah akan diberikan suatu keterangan tertulis dari penolakan tersebutdisertai dengan alasan-alasan penolakannya.(3) Para pihak yang perkawinannya ditolak berjak mengajukan permohonan kepada PengadilanAgama dalam wilayah mana Pegawai Pencatat Nikah yang mengadakan penolakanberkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat keterangan penolakantersebut diatas.(4) Pengadilan Agama akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan memebrikanketetapan, apabila akan menguatkan penolakan tersebut ataukah memerintahkan agar supayaperkawinan dilangsungkan.(5) Ketetapan ini hilang kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang mengakibatkan penolakantersebut hilang dan para pihak yang ingin kawin dapat mengulangi pemberitahuan tentangmaksud mereka.BAB XIBATALNYA PERKAWINANPasal 70Perkawinan batal apabila :a. Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudahmempunyai empat orang isteri sekalipun salah satu dari keempat isterinya dalam iddah talak raj`i;b. seseorang menikah bekas isterinya yang telah dili`annya;c. seseorang menikah bekas isterinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya, kecuali bila bekasisteri tersebut pernah menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba`da al dukhul dan priatersebut dan telah habis masa iddahnya;d. perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah; semenda dansesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-undangNo.1 Tahun 1974, yaitu :1. berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataukeatas.2. berhubugan darah dalam garis keturunan menyimpang yaitu antara saudara, antara seorangdengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah tiri.4. berhubungan sesusuan, yaitu orng tua sesusuan, anak sesusuan dan bibi atau pamansesusuan.e. isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dan isteri atau isteri-isterinya.Pasal 71Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:a. seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;b. perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri pria lain yang mafqud.c. perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dan suami lain;d. perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7Undang-undang-undang No.1. tahun 1974;e. perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak;f. perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.Pasal 72(1) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabilaperkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum.(2) Seorang suami atau isteri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila padawaktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atauisteri(3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaanya dan dalamjangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak dapatmenggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.Pasal 73Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah :a. para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari suami atauisteri;b. Suami atau isteri;c. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut Undang-undang.d. para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam rukun dan syaratperkawinan menurut hukum Islam dan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana tersebutdalam pasal 67.Pasal 74(1) Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahitempat tinggal suami atau isteri atau perkawinan dilangsungkan.(2) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan pengadilan Agama mempunyai kekuatanhukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.Pasal 75Keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap :a. perkawinan yang batal karena salah satu sumaiatau isteri murtad;b. anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;c. pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan ber`itikad baik, sebelum keputusanpembatalan perkawinan kekutan hukum yang tetap.Pasal 76Batalnya suatu perkawinan tidak akan memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orangtuanya.BAB XIIHAK DAN KEWJIBAN SUAMI ISTERIBagian KesatuUmumPasal 77(1) Suami isteri memikul kewjiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah,mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat(2) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahirbathin yang satui kepada yang lain;(3) Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baikmengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya;(4) suami isteri wajib memelihara kehormatannya;(5) jika suami atau isteri melalaikan kewjibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepadaPengadilan AgamaPasal 78(1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.(2) Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentulan oleh suami isteri bersama.Bagian KeduaKedudukan Suami IsteriPasal 79(1) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.(2) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupanrumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.(3) masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.Bagian KetigaKewajiban SuamiPasal 80(1) Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetap mengenai hal-halurusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh sumai isteri bersama.(2) Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya(3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajarpengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.(4) sesuai dengan penghasislannya suami menanggung :a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;c. biaya pendididkan bagi anak.(5) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas mulaiberlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya.(6) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut padaayat (4) huruf a dan b.(7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz.Bagian KeempatTempat KediamanPasal 81(1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya atau bekas isteri yangmasih dalam iddah.(2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama dalam ikatan perkawinan,atau dalam iddah talak atau iddah wafat.(3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain,sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempatmenyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.(4) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta disesuaikandengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tanggamaupun sarana penunjang lainnya.Bagian KelimaKewajiban Suami yang Beristeri Lebih Dan SeorangPasal 82(1) Suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang berkewajiban memberikan tempat tiggaldanbiaya hidup kepada masing-masing isteri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlahkeluarga yang ditanggung masing-masing isteri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.(2) Dalam hal para isteri rela dan ihlas, suami dapat menempatkan isterinya dalam satu tempatkediaman.Bagian KeenamKewajiban IsteriPasal 83(1) Kewajibn utama bagi seoarang isteri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yangdibenarkan oleh hukum islam.(2) Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaikbaiknya.Pasal 84(1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimanadimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah(2) Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada pasal 80 ayat (4)huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.(3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesuadah isteri nusyuz(4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas bukti yang sah.BAB XIIIHARTA KEKAYAAN DALAM PERKAWINANPasal 85Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masingmasing suami atau isteri.Pasal 86(1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan.(2) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasi penuh olehnya, demikian juga harta suami tetapmenjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya.Pasal 87(1) Harta bawaan masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagaihasiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidakmenentukan lain dalam perjanjian perkawinan.(2) Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas hartamasing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqah atau lainnya.Pasal 88Apabila terjadi perselisihan antara suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaianperselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama.Pasal 89Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta isteri maupun harta sendiri.Pasal 90Isteri turut bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya.Pasal 91(1) Harta bersama sebagaimana tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atautidak berwujud.(2) Harta bersaa yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat-suratberharga.(3) Harta bersama yang tidak berwujug dapat berupa hak maupun kewajiban.(4) Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuanpihak lainnya.Pasal 92Suami atau isteri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkanharta bersama.Pasal 931. Pertanggungjawaban terhadap hutang suami atau isteri dibebankan pada hartanya masing-masing.2. Pertanggungjawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankankepada harta bersama.3. Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan kepada harta suami.4. Bila harta suami tidak ada atau mencukupi dibebankan kepada harta isteriPasal 941. Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang,masingmasing terpisah dan berdiri sendiri.2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorangsebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua,ketiga atau keempat.Pasal 951. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah No.9 tahun1975 dan pasal 136 untuk meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanyapermohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan danmembahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya.2. Selama masa sita dapat dikakukan penjualan atas harta bersama untuk keperluan keluargadengan izin Pengadilan Agama.Pasal 961. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebihlama,.2. Pembangian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang isteri atau suaminya hutangharus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukumatas dasar putusan Pengadilan Agama.Pasal 97Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidakditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.BAB XIVPEMELIHARAAN ANAKPasal 98(1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anaktersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.(2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luarPengadilan.3. Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikankewajiban trsebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu.Pasal 99Anak yang sah adalah :a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah;b. hasil perbuatan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.Pasal 100Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dankeluarga ibunya.Pasal 101Seorang suami yang mengingkari sahnya anak, sedang isteri tidak menyangkalnya, dapatmeneguhkan pengingkarannya dengan li`an.Pasal 102(1) Suami yang akan mengingkari seorang anak yang lahir dari isterinya, mengajukan gugatankepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 harisesudah putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui bahwa istrinya melahirkan anakdan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada PengadilanAgama.(2) Pengingkaran yang diajukansesudah lampau waktu terebut tidak dapat diterimaPasal 103(1) Asal usul seorang anak hannya dapat dibuktiakn dengan akta kelahiran atau alat bukti lainnya.(2) Bila akta kelahiram alat buktilainnya tersebut dalam ayat (1) tidak ada, maka Pengadilan Agamadapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah mengadakanpemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti bukti yang sah.(3) Atas dasar ketetetapan pengadilan Agama tersebut ayat (2), maka instansi Pencatat Kelahiranyang ada dalam daerah hukum Pengadilan Agama trwebut mengeluarkan akta kelahiran bagianak yang bersangkutan.Pasal 104(1) Semua biaya penyusuan anak dipertanggungkawabkan kepada ayahnya. Apabila ayahya stelahmeninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban memberinafkah kepada ayahnya atau walinya.(2) Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun, dan dapat dilakukan penyapihan dalam masakurang dua tahun dengan persetujuan ayah dan ibunya.Pasal 105Dalam hal terjadinya perceraian :a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayahatau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;c. biaya pemeliharaanditanggung olehayahnya.Pasal 106(1) Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa ataudibawah pengampunan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecualikarena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan keslamatan anak itu menghendaki atausuatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi.(2) Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian darikewajiban tersebut pada ayat (1).BAB XVPERWALIANPasal 107(1) Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernahmelangsungkan perkawinan.(2) Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaanya.(3) Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka pengadilanAgama dapat menunjuk salah seorang kerabat untukbertindak sebagai wali atas permohonankerabat tersebut.(4) Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau oranglain yang sudah dewasa,berpiiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau badan hukum.Pasal 108Orang tua dapat mewasiatkan kepada seseorang atau badan hukum untuk melakukan perwalianatas diri dan kekayaan anak atau anak-anaknya sesudah ia meninggal dunia.Pasal 109Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum danmenindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatbya bila wali tersebut pemabuk, penjudi,pemboros,gila dan atau melalaikan atau menyalah gunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demikepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya.Pasal 110(1) Wali berkewajiban mengurus diri dan harta orang yang berada di bawah perwaliannya dengansebaik-baiknya dan berkewajiban memberikan bimbingan agama, pendidikan dan keterampilanlainnya untuk masa depan orang yang berada di bawah perwaliannya.(2) Wali dilarang mengikatkan, membebanni dan mengasingkan harta orang yang berada dibawahperwaliannya, kecuali bila perbuatan tersebut menguntungkan bagi orang yang berada di bawahperwaliannya yang tidak dapat dihindarkan.(3) Wali bertanggung jawab terhadap harta orang yang berada di bawah perwaliannya, danmengganti kerugian yang timbul sebagai akibat kesalahan atau kelalaiannya.(4) Dengan tidak mengurangi kententuan yang diatur dalam pasal 51 ayat (4) Undang-undang No.1tahun 1974, pertanggungjawaban wali tersebut ayat (3) harus dibuktikan dengan pembukuan yangditutup tiap satu tahun satu kali.Pasal 111(1) Wali berkewajiban menyerahkan seluruh harta orang yang berada di bawah perwaliannya, bilayang bersangkutan telah mencapai umur 21 tahun atau telah menikah.(2) Apabila perwalian telah berakhir, maka Pengadilan Agama berwenang mengadili perselisihanantara wali dan orang yang berada di bawah perwaliannya tentang harta yang diserahkankepadanya.Pasal 112Wali dapat mempergunakan harta orang yang berada di bawah perwaliannya, sepanjangdiperlukan untuk kepentingannya menurut kepatutan atau bil ma`ruf kalau wali fakir.BAB XVIPUTUSNYA PERKAWINANBagian KesatuUmumPasal 113Perkawinan dapat putus karena :a. Kematian,b. Perceraian, danc. atas putusan Pengadilan